BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu agenda
reformasi yang dicanangkan oleh para reformis adalah memberantas Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme (KKN). Pada waktu digulirkannya reformasi ada suatu
keyakinan bahwa peraturan perundangan yang dijadikan landasan landasan untuk
memberantas korupsi dipandang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masyarakat.
Hal ini tersebut dapat di lihat dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia Nomor XI/ MPR / 1998 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih
dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme; Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia Nomor VIII / MPR/ 2001 Tentang Rekomendasi Arah
Kebijaksanaan Pemberantasaan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dan
butir c konsideran Undang – undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi yang dinyatakan sebagai berikut : “Bahwa undang –
undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum
dalam masyarakat, karena itu perlu diganti dengan Undang – undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang baru sehingga diharapkan
lebih efektif dalam mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi”.
Tapi dewasa ini masih
banyak kasus korupsi yang terjadi di Indonesia, bahkan korupsi tidak hanya
terjadi di pusat pemerintahan bahkan korupsi sudah terjadi di tingkat
masyarakat. Seperti kasus korupsi yang terjadi di Kabupaten Buleleng yaitu
kasus suap proyek pembangunan gedung PD.BPR.Bank Buleleng 45. Dimana yang
menjadi terdakwa dalam kasus ini adalah Made Sumanjaya, ST. Karena yang
bersangkutan telah terbukti menerima uang sebesar 75 juta rupiah dari pihak
kontraktor yaitu Made Lanang Krisnayasa agar PT Guna Nusantara perusahaan yang
dipimpinnya bisa menang tender.
Kasus korupsi yang sudah
sangat banyak terjadi di Indonesia benar-benar sudah mencapai tahap
mengkhawatirkan sehingga ditakutkan nantinya korupsi akan menjadi budaya yang
jelek di Indonesia. Maka dari itu kami selaku pembuat makalah ini akan membahas
salah satu kasus korupsi yang terjadi Kabupaten Buleleng dan cara
meminimalisirnya agar nantinya bisa berguna untuk menyadarkan masyarakat
sehingga kasus korupsi bisa diminimalisir.
1.2 Rumusan Masalah
1. Mengapa Made Sumanjaya bisa melakukan kasus korupsi ?
2. Faktor apa yang menjadi pendorong Made Sumanjaya
melakukan tindak pidana korupsi ?
3. Apa yang dilanggar, sehingga orang yang
bersangkutan tersangkut kasus korupsi ?
4. Kaitankan dengan etika dalam agama Hindu
yang dilanggar oleh koruptor ?
5. Bagaimana mengatasi atau meminimalisasi
korupsi ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui alasan MadeSumanjaya melakukan
korupsi
2. Untuk mengetahui faktor yang mendorong Made Sumanjaya
melakuakan tindak pidana korupsi
3. Untuk mengetahui peraturan yang dilanggar sehingga
orang yang bersangkutan tersangkut masalah korupsi
4. Untuk mengetahui kaitan etika agama Hindu yang
dilanggar koruptor
5. Untuk mengetahui cara mengatasi dan meminimalisasi
korupsi
1.4 Manfaat Kegiatan
Agar kita bisa mengambil hikmah dari kasus korupsi yang telah terjadi dan
bisa melakukan pencegahan di kemudian hari agar korupsi tidak terus berkembang
dan menjadi budaya di Indonesia.
BAB II
LANDASAN TEORI
Dalam melihat hubungan
antara korupsi, kekuasaan, dan kejahatan korporasi dan birokrasi ini, akan
dibahas pengertian beberapa kerangka teoritik berikut.
2.1. Pengertian Korupsi
Banyak para ahli yang
mencoba merumuskan korupsi, yang jka dilihat dari struktrur bahasa dan cara
penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada hakekatnya mempunyai makna yang sama.
Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagi tingkah laku individu yang
menggunakan wewenang dan jabatan guna
mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi
korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi
keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan
menggunakan wewenang dan kekuatankekuatan formal (misalnya denagan alasan hukum
dan kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri.
Korupsi terjadi
disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki oleh
pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan pribadi
atau keluarga, sanak saudara dan teman. Wertheim (dalam Lubis, 1970) menyatakan
bahwa seorang pejabat dikatakan melakukan tindakan korupsi bila ia menerima
hadiah dari seseorang yang bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil
keputusan yang menguntungkan kepentingan si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang
yang menawarkan hadiahdalam bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi.
Selanjutnya, Wertheim menambahkan bahwa balas jasa dari pihak ketiga yang
diterima atau diminta oleh seorang pejabat untuk diteruskan kepada keluarganya
atau partainya/ kelompoknya atau orang-orang yang mempunyai hubungan pribadi
dengannya, juga dapat dianggap sebagai korupsi. Dalam keadaan yang demikian,
jelas bahwa ciri yang paling menonjol di dalam korupsi adalah tingkah laku
pejabat yang melanggar azas pemisahan antara kepentingan pribadi dengan
kepentingan masyarakat, pemisaham keuangan pribadi dengan masyarakat.
2.2 Jenis-Jenis Korupsi
Memperhatikan
Undang-undang nomor 31 tahun 1999 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001,maka tindak
Pidana Korupsi itu dapat dilihat dari dua segi yaitu korupsi Aktif dan Korupsi
Pasif, Adapun yang dimaksud dengan Korupsi Aktif adalah sebagai berikut :
- Secara melawan hukum memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau Korporasi yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian Negara (Pasal 2 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)
-
Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri
atau orang lain atau Korporasi yang menyalahgunakan kewenangan,kesempatan atau
dapat merugikan keuangan Negara,atau perekonomian Negara (Pasal 3 Undang-undang
Nomor 31 Tahun 1999)
-
Memberi hadiah Kepada Pegawai Negeri
dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau
kedudukannya,atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan
atau kedudukan tersebut (Pasal 4 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)
-
Percobaan pembantuan,atau pemufakatan
jahat untuk melakukan Tindak pidana Korupsi (Pasal 15 Undang-undang Nomor 20
tahun 2001)
-
Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada
pegawai negeri atau Penyelenggara Negara dengan maksud supaya berbuat atau
tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya
(Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
-
Memberi sesuatu kepada pegawai negeri
atau Penyelenggara negara karena atau berhubung dengan sesuatu yang
bertentangan dengan kewajibannya dilakukan atau tidak dilakukan dalam
jabatannya (Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 20 Tagun 2001)
-
Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada
Hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan
kepadanya untuk diadili (Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 Tahun
2001)
-
Pemborong,ahli bangunan yang pada waktu
membuat bangunan atau penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan
bangunan,melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau
barang atau keselamatan negara dalam keadaan perang (Pasal (1) huruf a
Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
-
Setiap orang yang bertugas mengawasi
pembangunan atau penyerahan bahan bangunan,sengaja membiarkan perbuatan curang
sebagaimana dimaksud dalam huruf a (Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-undang
Nomor 20 tahun 2001)
-
Setiap orang yang pada waktu menyerahkan
barang keperluan Tentara nasional Indonesia atau Kepolisian negara Reublik
Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara
dalam keadaan perang (Pasal 7 ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 20 tahun
2001)
-
Setiap orang yang bertugas mengawasi
penyerahan barang keperluan Tentara nasional indpnesia atau Kepolisian Negara
Republik Indonesia dengan sengaja mebiarkan perbuatan curang sebagaimana
dimaksud dalam huruf c (pasal 7 ayat (1) huruf d Undang-undang Nomor 20 Tahun
2001)
-
Pegawai negeri atau selain pegawai
negeri yyang di tugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus
atau untuk sementara waktu,dengan sengaja menggelapkan uang atau mebiarkan uang
atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain atau
membantu dalam melakukan perbuatan tersebut (Pasal 8 Undang-undang Nomor 20
tahun 2001)
-
Pegawai negeri atau selain Pegawai
Negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus
atau sementara waktu,dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar khusus
pemeriksaan administrasi (Pasal 9 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
-
Pegawai negeri atau orang selain Pegawai
Negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus
atau untuk sementara waktu dengan sengaja menggelapkan
menghancurkan,merusakkan,atau mebuat tidak dapat dipakai barang,akta,surat atau
daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang
berwenang yang dikuasai karena jabatannya atau membiarkan orang lain
menghilangkan,menghancurkan,merusakkan,attau membuat tidak dapat dipakai
barang, akta, surat atau daftar tersebut (Pasal 10 Undang-undang Nomor 20 tahun
2001)
-
Pegawai negeri atau Penyelenggara Negara
yang :
a.
Dengan maksud menguntungkan diri sendiri
atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya
memaksa seseorang memberikan sesuatu atau menerima pembayaran dengan potongan
atau mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri (pasal 12 e undang-undang Nomor
20 tahun 2001)
b.
Pada waktu menjalankan tugas
meminta,menerima atau memotong pembayaran kepada pegawai Negeri atau
Penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai hutang
kepadanya.padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan mrupakan hutang (huruf f)
c.
Pada waktu menjalankan tugas meminta
atau menerima pekerjaan atau penyerahan barang seplah-olah merupakan hutang
pada dirinya,padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan hutang (huruf
g)
d.
Pada waktu menjalankan tugas telah
menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai,seolah-olah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan,telah merugikan orang yang berhak,apadahal
diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan atau
e.
baik langsung maupun tidak langsung
dengan sengaja turut serta dalam pemborongan,pengadaan,atau persewaan yang pada
saat dilakukan perbuatan,untuk seluruhnya atau sebagian ditugaskan untuk
mengurus atau mengawasinya (huruf i)
-
Memberi hadiah kepada pegawai negeri
dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau
kedudukannya,atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan
atau kedudukan itu (Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999).
Sedangkan Korupsi Pasif adalah sebagai
berikut :
-
Pegawai negeri atau penyelenggara negara
yang menerima pemberian atau janji karena berbuat atau tidak berbuat sesuatu
dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya (pasal 5 ayat (2)
Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
-
Hakim atau advokat yang menerima
pemberian atau janji untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan
kepadanya untuk diadili atau untuk mepengaruhi nasihat atau pendapat yang
diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk
diadili (Pasal 6 ayat (2) Undang-undang nomor 20 Tahun 2001)
-
Orang yang menerima penyerahan bahan
atau keparluan tentara nasional indonesia, atau kepolisisan negara republik
indonesia yang mebiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf a atau c Undang-undang nomor 20 tahun 2001 (Pasal 7 ayat (2)
Undang-undang nomor 20 tahun 2001.
-
Pegawai negeri atau penyelenggara negara
yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diketahui atau
patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan utnuk mengerakkan agar
melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan
dengan kewajibannya,atau sebaga akibat atau disebabkan karena telah melakukan
atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya (pasal 12 huruf a dan huruf b Undang-undang nomor 20 tahun 2001)
-
Hakim yang enerima hadiah atau
janji,padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut
diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk
diadili (pasal 12 huruf c Undang-undang nomor 20 tahun 2001)
-
Advokat yang menerima hadiah atau janji
padahal diketahui atau patut diduga,bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk mempengaruhi nasihat
atau pendapat uang diberikan berhubungan dengan perkara yang diserahkan
kepada pengadilan untuk diadili (pasal 12 huruf d Undang-undang nomor 20 tahun
2001)
-
Setiap pegawai negeri atau penyelenggara
negara yang menerima gratifikasi yang diberikan berhubungan dengan jabatannya
dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya (pasal 12 Undang-undang nomor
20 tahun 2001).
BAB III
METODE PENELITIAN
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang kami gunakan
yaitu :
3.1 Metode observasi
Melakukan observasi langsung mendatangi Kejari
(Kejaksaan negeri) Singaraja membahas tentang kasus suap pembangunan gedung PD.BPR. Bank Buleleng 45.
Pelaksanaan Observasi :
Tempat : Jalan Dewi Sartika Singaraja
Waktu :
11.27 – 12.30 WITA
Anggota : Susri Ramayanti (1213031003)
Tisna Dwija Putra
(1213031028)
Erna Sukmayani (1213031033)
3.2 Metode Wawancara
Dengan melakukan wawancara langsung dengan narasumber yang bernama Eka Ilham
Ferdiadi, SH yang jabatannya sebagai penyiap bahan perkara sehingga kamimendapat informasi tentang Kasus Suap Pembangunan
Gedung PD.BPR.Bank Buleleng 45.
3.3 Metode Kepustakaan
Kami mendapat berbagai informasi lainnya mengenai kasus suap
proyek pembangunan gedung dari berbagai sumber media seperti majalah, surat kabar, internet, dan lain-lainnya.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Alasan Made Sumanjaya Melakukan Korupsi
Made
Sumanjaya melakukan korupsi karena dia ingin memperoleh uang yang akan
diberikan oleh Made Lanang Krisnayasa agar bisa memuluskan perusahaannya yaitu
PT Guns Karya Nusantara bisa menang tender dalam pembangunan proyek gedung PD.
BPR. Bank Buleleng 45 yang pimpinan proyek itu adalah Made Sumanjaya sendiri.
Awalnya Made Sumanjaya disuap 50 juta rupiah kemudian ditambah lagi 25 juta
rupiah sehingga total Made Sumanjaya menerima uang sebesar 75 juta rupiah. Made
Sumanjaya sebagai pemimpin proyek itu telah melakukan korupsi karena menerima
uang dari orang tertentu untuk membantu orang itu menang tender.
4.2 Faktor yang Mendorong Made Sumanjaya Melakuakan Tindak Pidana Korupsi
Faktor yang menjadi penyebab Made Sumanjaya melakukan tindak pidana korupsi
dibagi menjadi 2 yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal dia melakukan
korupsi yaitu :
· Dalam dirinya telah dikuasai oleh nafsu
akan harta sehingga dia bisa dengan mudah menerima uang dari salah satu
kontraktor. Padahal dia sebagai pimpinan proyek harus benar-benar menyeleksi
mana pihak kontraktor baik untuk menggarap proyek tersebut.
· Dia tidak memiliki rasa bersyukur dalam
dirinya. Kita tahu dia telah menjadi pimpinan proyek yang barang tentu dia
telah mendapatkan uang yang banyak tapi masih saja dia tergoda menerima uang
dari orang lain ini menandakan bahwa dia tidak mensyukuri apa yang telah dia
miliki.
Faktor Eksternal dia melakukan korupsi yaitu :
· Dia telah memanfaatkan jabatannya untuk
berlaku sewenang-wenang. Karena jabatannya tinggi seolah-olah dia bisa
melakukan apa saja termasuk menagih uang sebanyak-banyaknya untuk dia sendiri
untuk memuluskan salah satu kontraktor untuk memenangkan tender tersebut.
· Dia juga telah terpengaruh dengan
orang-orang yang memiliki jabatan tinggi dan telah melakukan korupsi
sebelumnya. Sehingga dia tergoda untuk melakukan korupsi untuk memperoleh
kekayaan sebanyak-banyaknya.
· Menurut Narasumber dari Kejaksaan Negeri
Buleleng pelaku juga memiliki pola hidup konsumtif sehingga dia membutuhkan
uang banyak untuk memenuhi kebutuhannya.
4.3 Peraturan yang Dilanggar Sehingga Tersangkut Masalah Korupsi
Pasal pertama yang dilanggar oleh Made Sumanjaya adalah pasal 12 A/31/1999
sebagaimana telah dirubah menjadi UU No. 20. Tahun. 2001 tentang pemberantasan
tindak pidana korupsi. Pasal kedua yang dilanggar Made Sumanjaya yaitu pasal 12
A/2001 dan pasal 12 B/2001. Yang dimana unsur bunyi pasal 12 A yaitu
:
1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara
ialah seorang yang diangkat melalui SK pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah, BUMN (Badan Usaha Milik Negara), BUMD (Badan Usaha Milik Daerah),
ataupun seseorang yang menerima gaji dari keuangan negara
2. Menerima hadiah atau janji ialah
menerima uang, benda bergerak, benda tidak bergerak, ataupun lainnya baik itu
berupa janji agar mendapatkan sesuatu yang dinginkannya
3. Menggerakkan agar melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.
Kaitannya dengan pelaku yaitu dia selaku
panitia proyek melakukan cara yang tidak sesuai dengan peraturan guna memuluskan agar dimenangkan oleh salah
satu kontraktor.
Pasal 12 B unsur bunyinya yaitu :
1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara
ialah seorang yang diangkat melalui SK pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah, BUMN (Badan Usaha Milik Negara), BUMD (Badan Usaha Milik Daerah),
ataupun seseorang yang menerima gaji dari keuangan negara
2. Menerima hadiah atau janji ialah
menerima uang, benda bergerak, benda tidak bergerak, ataupun lainnya baik itu
berupa janji agar mendapatkan sesuatu yang dinginkannya.
3. Padahal diketahui atau patut diduga
bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu
dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.
Kaitannya dengan
pelaku yaitu Made Sumanjaya patut menduga uang yang diberikan dari I Made
Lanang Krisnayasa ialah berupa suap guna memuluskan proyek pembangunan bank.
Sehingga dia terancam pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 4 tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Tapi dalam persidangannya di Pengadilan
Negeri Singaraja yang dilakukan pada tanggal 30 Juli 2009 dia mendapat hukuman
penjara selama 1 tahun dengan potongan subsider/potongan kurungan selama 1 bulan.
Yang sebelumnya telah dilakukan penuntutan oleh Kejari Singaraja yaitu pada
tanggal 6 Juli 2009. Saksi dalam kasus ini adalah Made Lanang sendiri tapi
kemudian status dia naik menjadi tersangka.
4.4 Kaitan Korupsi dengan Etika Agama
Hindu
Dengan dikaitkan dengan etika Agama Hindu Made Sumanjaya tidak
bisa mengendalikan nafsu Sad Ripu yang ada dalam dirinya terutama sifat Lobha
yang mana Lobha diartikan sebagai ingin selalu mendapatkan lebih. Ini bisa
dibuktikan dengan Made Sumanjaya yang masih tidak puas dengan uang yang dia
dapat sebagai pimpinan proyek sehiggga dia masih uang kepada kontraktor agar
perusahaan mereka bisa menang tender proyek pembangunan gedung PD.BPR. Bank
Buleleng 45.
Dia
juga telah melanggar ajaran Tri Kaya Parisudha yang bagian Kayika Parisudha
yang artinya perbuatan baik dan benar. Perbuatan Made Sumanjaya telah merugikan
orang banyak untuk kepentingan dirinya sendiri.
Dia
juga juga terkena dampak negatif dari Sapta Timira yang bagian Dhana. Dhana
memiliki pengertian yaitu kekayaan. Kekayaan memang sangat berarti bagi semua
orang, tetapi dalam memperolehnya, jangan memakai cara yang melawan Dharma
(Adharma).
4.5 Cara Mengatasi dan
Meminimalisir Korupsi
Korupsi
merupakan penyakit akut Bangsa Indonesia yang sudah membuat sebagian besar
rakyat Indonesia menjadi menderita. Korupsi seolah-olah telah membudaya di
Indonesia, hal ini tentu harus dihilangkan agar nantinya korupsi di Indonesia
tidak semakin parah. Maka diperlukan suatu cara untuk mengatasi atau
meminimalisir terjadinya tindak pidana korupsi. Caranya yaitu :
1. Dengan Menambahkan wawasan tentang
korupsi dan hukum kepada masyarakat dengan lebih gencar melakukan sosialisasi
ke lapanagan maupun sosialisasi melalui media massa sehingga diharapkan
masyarakat bisa sadar akan apa itu korupsi dan bagaimana cara melaporkannya ke
aparat penegak hukum.
2. Menghindari politisasi dan intervensi
politik terhadap upaya hukum penanganan korupsi. Hal ini strategis
mengingat fenomena maraknya korupsi di Indonesia juga sangat potensial
dipolitisir oleh elite-elite politik kita, sehingga kecenderungan terjadinya
intervensi terhadap upaya penegakan korupsi cukup dominan mewarnai
pengadilan-pengadilan terhadap kasus-kasus korupsi di Indonesia. Baik dilakukan
oleh penguasa maupun dilakukan oleh para elit politik kita. Dalam suasana
euforia demokrasi dan reformasi seperti sekarang ini, persoalan korupsi juga
telah merebak dalam proses-proses politik yang terjadi di Indonesia, baik di
tingkat legislasi maupun dalam proses politik yang lain, seperti suksesi. Maka
menjadi sangat penting untuk mengedepankan prinsip-prinsip etika politik karena
telah tereduksir sedemikian rupa yang lambat laun akan menjadi krisis etika
politik, sehingga elit politik tidak sadar lagi akan posisinya atas hak dan
kewajiban yang harus ditanggungnya sebagai konsekuensi dari kekuasaannya di
dalam lembaga publik yang juga berfungsi sebagai kepanjangan tangan
dari masyarakat.
3. Melakukan pembagian kekuasaan. Pembagian
kekuasaan menjadi penting untuk menjaga profesionalisme kelembagaan. Hal ini
menjadi strategis untuk menjaga independensi lembaga-lembaga tersebut khususnya
dalam rangka pembuatan kebijakan-kebijakan publik. Serta dalam rangka
meminimalisir segala bentuk intervensi kekuasaan, baik kekuasaan eksekutif,
yudikatif dan legeslatif. Pada sisi lain pembagian kekuasaan dalam
lembaga-lembaga tinggi negara baik eksekutif, yudikatif dan legislatif menjadi
penting untuk sama-sama menjalankan fungsinya secara substantif dan prinsipiil.
Serta melakukan pembagian kerja dalam struktur pemerintahan secara profesional
sesuai dengan pembidangan masing-masing. Dengan tetap menempatkan fungsi
pengawasan dan kontrol sebagai manifestasi dari prinsip transparansi dan
akuntabilitas publik. Pembagian kekuasaaan ini juga strategis dalam rangka
untuk mewujudkan profesional kelembagaan, khususnya KPK sebagai lembaga yang
berkompeten terhadap penanganan korupsi di Indonesia. Selain itu penanggulangan
secara berkelanjutan dengan kerjasama semua aparatur penegak hukum, baik
kepolisian, jaksa, hakim, MA dan pemerintah itu sendiri.
4. Meletakkan persoalaan korupsi dalam
perspektif sistem, khususnya sistem negara sebagaimana yang diatur oleh konstitusi.
Hal ini penting mengingat kejahatan korupsi adalah crime against constitution,
sehingga meletakkan penanganan korupsi dalam konstitusi atau undang-undang
menjadi satu langkah maju penanganan. Selain itu persoalan korupsi menyangkut
seluruh aspek dan sisi kehidupan rakyat dan negara. Maka, dengan menempatkan
persoalan korupsi sebagai persoalan sistem maka langkah-langkah
penanggulanganya tidak bisa dilakukan secara parsial. Tetapi harus diikuti
dengan langkah-langkah strategis dalam kerangka sistem itu, yaitu melakukan
perubahan konstitusi yang akan mengatur mekanisme penanganan dan sanksi atas
para koruptor. Baik dari sisi pembuatan kebijakan, aparatur penegak hukum,
seperti kepolisian, pengadilan (jaksa dan hakim), masyarakat itu sendiri maupun
lembaga-lembaga yang berkompeten dalam pemberantasan korupsi yang dalam hal ini
adalah KPK.
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Made Sumanjaya melakukan korupsi karena dia ingin memperoleh
uang yang akan diberikan oleh Made Lanang Krisnayasa agar bisa memuluskan
perusahaannya yaitu PT Guna Karya Nusantara bisa menang tender dalam
pembangunan proyek gedung PD. BPR. Bank Buleleng 45.
Faktor-faktor
penyebannya yaitu meliputi faktor internal dan eksternal. Faktor internalnya
yaitu dia ingin memperoleh uang yang akan diberikan oleh Made Lanang Krisnayasa
agar bisa memuluskan perusahaannya yaitu PT Guns Karya Nusantara bisa menang
tender dalam pembangunan proyek gedung PD. BPR. Bank Buleleng 45. Sedangkan
faktor eksternalnya yaitu Dia telah terpengaruh dengan orang-orang yang
memiliki jabatan tinggi dan telah melakukan korupsi sebelumnya.
Dia
melanggar pasal 12 A/2001 dan pasal 12 B/2001.
Sehingga dia terancam pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 4 tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Tapi dalam persidangannya di Pengadilan
Negeri Singaraja yang dilakukan pada tanggal 30 Juli 2009 dia mendapat hukuman
penjara selama 1 tahun dengan potongan subsider/potongan kurungan selama 1
bulan. Yang sebelumnya telah dilakukan penuntutan oleh Kejari Singaraja yaitu
pada tanggal 6 Juli 2009.
Jika
dikaitkan dengan agama hindu dia telah melanggar ajaran Tri Kaya Parisudha yang
bagian Kayika Parisudha yang artinya perbuatan baik dan benar. Perbuatan Made
Sumanjaya telah merugikan orang banyak untuk kepentingan dirinya sendiri. Dan
juga dia telah dipengaruhi oleh Sad Ripu yaitu bagian Lobha dan ajaran Sapta
Timira dia terkena dampak negatif dari Dhana.
Sedangkan
cara kita untuk meminimalisir korupsi kita harus
Menambahkan wawasan tentang korupsi dan
hukum kepada masyarakat dengan lebih gencar melakukan sosialisasi ke lapanagan
maupun sosialisasi melalui media massa. Menghindari politisasi dan intervensi
politik terhadap upaya hukum penanganan korupsi. Melakukan pembagian
kekuasaan. Meletakkan persoalaan korupsi dalam perspektif sistem, khususnya
sistem negara sebagaimana yang diatur oleh konstitusi.
5.2 Saran-Saran
Kita harus lebih meningkatkan pengawasan dalam hal pengelolaan keuangan dan
kalau menemukan adanya indikasi tindak pidana korupsi kita harus melaporkannya
kepada pihak yang berwajib. Juga pendidikan tentang korupsi harus diajarkan
sejak dini agar tercipta individu yang berkarakter, berakhlak dan takwa kepada
Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar